Halaman

Minggu, 05 Mei 2013

CIRI KHAS KOTA SAMPIT

Assalamualaikum teman - teman semuanya........
Alhamdulilah ya,kita berjumpa kembali...Kali ini, saya berbagi informasi tentang ciri khas kota sampit, ya sekedar ingin memperkenalkan kepada sobat semua tentang kota sampit yang cantik ini,
heheheeeee...semoga informasi ini dapat memberikan sedikit ilmu kepada teman - teman semua. mari kita bahas apa saja ciri khas kota sampit.

SUNGAI MENTAYA
Ini dia salah satu yang menonjol di kota sampit,ini adalah salah satu sungai yang dijadikan tempat banyak kegiatan dan aktifitas, seperti perdagangan, pelayaran kapal, penyebrangan, juga dijadikan sebagai tempat wisata. nama sungai ini adalah sungai Mentaya,sungai ini panjangnya hingga ke daerah Bejarum bahkan masih panjang lagi. Sungai ini bermuarakan di laut jawa, di sungai inilah berbagai macam kapal berlayar pulang dan pergi, ada kapal penumpang, kapal barang, tongkang, dll. di sepanjang aliran sungai ini juga dijadikan tempat mencari nafkah para penduduk sampit, ada yang mencari ikan, besi, dll. di tepian sungai ini juga dijadikan tempat perumahan penduduk, tapi jangan salah, walaupun permukiman rumah di tepi sungai, permukiman ini teratur, bersih dan nyaman, di tempat ini jga dijadikan sumber air PDAM bagi seluruh arga Kota Sampit, hingga saat ini saya tidak pernah mendengar Sampit kekeringan. dan ini dia yang paling unik, disetiap bulan safar warga sampit menggelar acara yang unik, yaitu Mandi Safar di Sungai mentaya, acara ini dilakukan di bulan safar, semua warga sampit, tanpa pandang umur membanjiri sungai mentaya untuk mandi rame2, katanya sih mandi safar itu bisa membuang sial. Tapi itu menurut keyakinan warga setempat sih, kurang tau juga benar apa nggaknya.heheheee.... Lanjut ke step selanjutnya.

TUGU ADIPURA
Foto diatas merupakan piagam penghargaan  yang diberikan kepada Kota Sampit, karena menjadi Kota Kecil Bersih dan Indah. Piagam tersebut posisinya di Taman Kota Sampit. Taman ini dijadikan tempat rekreasi, refreshing, joging, jalan-jalan, nongkrong, dll. Kalo ada acara-acara besar seperti, pawai, buka bersama di bulan puasa, konser musik, kampanye partai, dan pertunjukan-pertunjukan juga di adakan di taman ini. di sekitar taman banyak dijumpai warung-warung dan pedagang-pedagang, ada yang jual makanan, jual baju celana, konter,  dll. di tempat ini juga ada arena bermain anak-anak dan lapangan basket. pokoknya seru deh sob tempatnya. Lanjut ke step berikutnya .

BUNDARAN SAMPIT

Nah ini namanya bundaran Sampit, tapi orang-orang lebih sering menyebutnya Bundaran Polres, karena letaknya yang dekat Polres Sampit, bundaran ini merupakan salah satu dari 3 bundaran besar di Kota Sampit, bundaran ini bisa dikatakan sebagai pusat Kota Sampit, karena posisinya yang berada di tengah kota Sampit, bundaran ini juga terletak di jalan yang ramai, jalan ke pelabuhan Sampit dan jalan menuju Pangkalan Bun. Bisa kita lihat di bundaran tersebut terdapat lambang garuda, yang berarti Kota Sampit merupakan salah satu kawasan naungan NKRI, dan ada lambang tameng, mandau, dan tombak, yang merupakan lambang suku dayak kalimantan, dan ada guci yang merupakan lambang serta logo kotawaringin timur.

BUNDARAN KB
Kalo Ini namanya Bundaran KB teman, dinamakan bundaran KB , karena ???? biar gk saya jelasin, pasti sobat udah tau, tuh ada lambang gede bertuliskan KB, kalo arti dari KB sendiri saya belom menemukan arti yang sebenarnya, ada yang bilang artinya Kota Besar, ada juga yang bilang Keluarga Berencana, hehehe... ada yang unik loh dari bundaran ini, yaitu setiap sore, mulai jam 15:00 sampai jam 18:00, tempat ini di jadikan tempat muter-muter para muda-mudi sampit, pokoknya bejibun bangeddd, apalagi kalo sabtu sore, pas malem minggu, wihhhh, bundaran ini di ramaikan oleh para muda mudi yang tawaf (mutar-mutar) di bundaran, mutar-mutarnya pake motor , bukan lari2, seperti udah kewajiban saja muter-muter disini,heheheee....terkadang setelah mutarin nih bundaran, para pemuda jalan masing-masing, ada yang nongkrong, makan, pacaran, dll. dan kalo udah jam 18:00, ini merupakan titik puncak kepadatan bundaran KB, nyaris kaya orang antri bbm padetnya... sampe amang-amang yang mau sholat magrib gk bisa lewat,,, hihihihi... Saya jadi teringat masa remaja saya.
hehehee....

OK teman2 semua, itu tadi sekilas mengenai Ciri Khas Kota Sampit, semoga Kota Sampit terus maju dan berkembang, dan semoga bermanfaat bagi teman2 semuany. Amin.....

Minggu, 28 April 2013

KEBUDAYAAN DI INDONESIA

KEBUDAYAAN

Kebudayaan adalah kebiasaan-kebiasaan yang ada pada suatu masyarakat dimana disitu ada cara berfikir dan cara merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan sekelompok manusia yang membentuk kesatuan sosial (masyarakat) dalam suatu ruang dan waktu. Kebudayaan sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan kepercayaan seni, moral, hukum, adat serta kemampuan serta kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.Kebudayaan merupakan hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya yaitu masyaraakat yang menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan kebendaan yang terabadikan pada keperluan masyarakat. Rasa yang meliputi jiwa manusia yaitu kebijaksanaan yang sangat tinggi di mana aturan kemasyarakatan terwujud oleh kaidah-kaidah dan nilai-nilai sehingga denga rasa itu, manusia mengerti tempatnya sendiri, bisa menilai diri dari segala keadaannya.
Kebudayaan sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang, begitu pula sebaliknya. Di dalam pengembangan kepribadian diperlukan kebudayaan, dan kebudayaan akan terus berkembang melalui kepribadian tersebut. Sebuah masyarakat yang maju, kekuatan penggeraknya adalah individu-individu yang ada di dalamnya. Tingginya sebuah kebudayaan masyarakat dapat dilihat dari kualitas, karakter dan kemampuan individunya.
Kebudayaan dan masyarakatnya memiliki kekuatan yang mampu mengontrol, membentuk dan mencetak individu. Apagi manusia di samping makhluk individu juga sekaligus makhluk sosial, maka perkembangan dan perilaku individu sangat mungkin dipengaruhi oleh kebudayaan. Atau boleh dikatakan, untuk membentuk karakter manusia paling tepat menggunakan pendekatan budaya.



 Salah satu suku yang ada di Indonesia adalah suku Dayak. Istilah "Dayak" paling umum digunakan untuk menyebut orang-orang asli non-Muslim, non-Melayu yang tinggal di pulau itu. Ini terutama berlaku di Malaysia, karena di Indonesia ada suku-suku Dayak yang Muslim namun tetap termasuk kategori Dayak walaupun beberapa diantaranya disebut dengan Suku Banjar dan Suku Kutai. Terdapat beragam penjelasan tentang etimologi istilah ini. Menurut Lindblad, kata Dayak berasal dari kata daya dari bahasa Kenyah, yang berarti hulu sungai atau pedalaman. King, lebih jauh menduga-duga bahwa Dayak mungkin juga berasal dari kata aja, sebuah kata dari bahasa Melayu yang berarti asli atau pribumi. Dia juga yakin bahwa kata itu mungkin berasal dari sebuah istilah dari bahasa Jawa Tengah yang berarti perilaku yang tak sesuai atau yang tak pada tempatnya.
Istilah untuk suku penduduk asli dekat Sambas dan Pontianak adalah Daya (Kanayatn: orang daya= orang darat), sedangkan di Banjarmasin disebut Biaju (bi= dari; aju= hulu). Jadi semula istilah orang Daya (orang darat) ditujukan untuk penduduk asli Kalimantan Barat yakni rumpun Bidayuh yang selanjutnya dinamakan Dayak Darat yang dibedakan dengan Dayak Laut (rumpun Iban). Di Banjarmasin, istilah Dayak mulai digunakan dalam perjanjian Sultan Banjar dengan Hindia Belanda tahun 1826, untuk menggantikan istilah Biaju Besar (daerah sungai Kahayan) dan Biaju Kecil (daerah sungai Kapuas Murung) yang masing-masing diganti menjadi Dayak Besar dan Dayak Kecil. Sejak itu istilah Dayak juga ditujukan untuk rumpun Ngaju-Ot Danum atau rumpun Barito. Selanjutnya istilah “Dayak” dipakai meluas yang secara kolektif merujuk kepada suku-suku penduduk asli setempat yang berbeda-beda bahasanya, khususnya non-Muslim atau non-Melayu. Pada akhir abad ke-19 (pasca Perdamaian Tumbang Anoi) istilah Dayak dipakai dalam konteks kependudukan penguasa kolonial yang mengambil alih kedaulatan suku-suku yang tinggal di daerah-daerah pedalaman Kalimantan. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Kalimantan Timur, Dr. August Kaderland, seorang ilmuwan Belanda, adalah orang yang pertama kali mempergunakan istilah Dayak dalam pengertian di atas pada tahun 1895.
Arti dari kata ‘Dayak’ itu sendiri masih bisa diperdebatkan. Commans (1987), misalnya, menulis bahwa menurut sebagian pengarang, ‘Dayak’ berarti manusia, sementara pengarang lainnya menyatakan bahwa kata itu berarti pedalaman. Commans mengatakan bahwa arti yang paling tepat adalah orang yang tinggal di hulu sungai. Dengan nama serupa, Lahajir et al. melaporkan bahwa orang-orang Iban menggunakan istilah Dayak dengan arti manusia, sementara orang-orang Tunjung dan Benuaq mengartikannya sebagai hulu sungai. Mereka juga menyatakan bahwa sebagian orang mengklaim bahwa istilah Dayak menunjuk pada karakteristik personal tertentu yang diakui oleh orang-orang Kalimantan, yaitu kuat, gagah, berani dan ulet. Lahajir et al. mencatat bahwa setidaknya ada empat istilah untuk penuduk asli Kalimantan dalam literatur, yaitu Daya', Dyak, Daya, dan Dayak. Penduduk asli itu sendiri pada umumnya tidak mengenal istilah-istilah ini, akan tetapi orang-orang di luar lingkup merekalah yang menyebut mereka sebagai ‘Dayak’.


Secara umum kebanyakan penduduk kepulauan Nusantara adalah penutur bahasa Austronesia. Saat ini teori dominan adalah yang dikemukakan linguis seperti Peter Bellwood dan Blust, yaitu bahwa tempat asal bahasa Austronesia adalah Taiwan. Sekitar 4 000 tahun lalu, sekelompok orang Austronesia mulai bermigrasi ke Filipina. Kira-kira 500 tahun kemudian, ada kelompok yang mulai bermigrasi ke selatan menuju kepulauan Indonesia sekarang, dan ke timur menuju Pasifik.
Namun orang Austronesia ini bukan penghuni pertama pulau Borneo. Antara 60 000 dan 70 000 tahun lalu, waktu permukaan laut 120 atau 150 meter lebih rendah dari sekarang dan kepulauan Indonesia berupa daratan (para geolog menyebut daratan ini "Sunda"), manusia sempat bermigrasi dari benua Asia menuju ke selatan dan sempat mencapai benua Australia yang saat itu tidak terlalu jauh dari daratan Asia.
Dari pegunungan itulah berasal sungai-sungai besar seluruh Kalimantan. Diperkirakan, dalam rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan. Tetek Tahtum menceritakan perpindahan suku Dayak dari daerah hulu menuju daerah hilir sungai.
Di daerah selatan Kalimantan Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak di daerah itu sering disebut Nansarunai Usak Jawa, yakni kerajaan Nansarunai dari Dayak Maanyan yang dihancurkan oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389. Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak Maanyan terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman ke wilayah suku Dayak Lawangan. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun 1520).
Sebagian besar suku Dayak di wilayah selatan dan timur kalimantan yang memeluk Islam keluar dari suku Dayak dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai atau orang Banjar dan Suku Kutai. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan Amas dan Watang Balangan. Sebagian lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang pimpinan Banjar Hindu yang terkenal adalah Lambung Mangkurat menurut orang Dayak adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum). Di Kalimantan Timur, orang Suku Tonyoy-Benuaq yang memeluk Agama Islam menyebut dirinya sebagai Suku Kutai. Tidak hanya dari Nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa tercatat mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming yang tercatat dalam Buku 323 Sejarah Dinasti Ming (1368-1643). Dari manuskrip berhuruf hanzi disebutkan bahwa kota yang pertama dikunjungi adalah Banjarmasin dan disebutkan bahwa seorang Pangeran yang berdarah Biaju menjadi pengganti Sultan Hidayatullah I . Kunjungan tersebut pada masa Sultan Hidayatullah I dan penggantinya yaitu Sultan Mustain Billah. Hikayat Banjar memberitakan kunjungan tetapi tidak menetap oleh pedagang jung bangsa Tionghoa dan Eropa (disebut Walanda) di Kalimantan Selatan telah terjadi pada masa Kerajaan Banjar Hindu (abad XIV). Pedagang Tionghoa mulai menetap di kota Banjarmasin pada suatu tempat dekat pantai pada tahun 1736.
Kedatangan bangsa Tionghoa di selatan Kalimantan tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.
Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Kaisar Yongle mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah pimpinan Cheng Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan diantaranya candu, sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci.